Salingka Nagari

Untuk Keluar Masuk ke Garabak Data, Masyarakat Harus Bertaruh Nyawa

SOLOK,  JN– Mungkin Pemerintah Daerah Kabupaten Solok dan Sumatera Barat sudah kebal dengan pemberitaan media tentang penderitaan masyarakat yang tinggal di Nagari Garabak Data,  Kecamatan Tigo Lurah,  Kabupaten Solok. 
Atau memang mereka setelah duduk, pintu hatinya tertutup untuk mendengar rintihan warganya yang sangat butuh perhatian.

Apalagi disaat musim hujan seperti saat ini, masyarakat Nagari Garabak Data harus bertaruh nyawa untuk sampai di Garabak Data ataupun mau keluar dari daerah tersebut. 
“Mau bagaimana lagi,  untuk keluar membeli kebutuhan dan mengantar anak sekolah pada musim hujan seperti ini,  kita harus bertaruh nyawa membawa dan mengendarai motor.  Kalau lalai sedikit saja,  akan fatal akibatnya, ” sebut Walinagari Garabak Data,  Pardinal,  Senin (19/10).


Disebutkan Pardinal,  sebagai walinagari terpulih dua priode,  pihaknya mengaku sudah capek berteriak minta keadilan pembangunan baik ke SKPD di Kabupaten atau ke Provinsi. Namun hingga saat ini Garabak Data tetap seperti dulu dan belum banyak perubahan. 
Kondisi jalan yang licin,  berlobang dan masih beraspalkan tanah,  dimana musim kemarau berdebu dan musim hujan berlumpur mirip kubangan kerbau. 
“Saya kasihan warga saya yang setiap mau keuar masuk dari nagari disaat musim hujan seperti ini harus bertaruh nyawa,” sebut Pardinal. Disebutkannya,  tidak sedikit warga yang terjatuh dan cidera pada saat keluar masuk menempuh jalan berlumpur menuju ke Tigo Lurah. Namun memang jarang diberitakan atau disentuh media.

 Menurutnya, mungkin air mata masyarakat nagari terisolir Garabak Data sudah mulai mengering menangisi nasib nagarinya yang tidak kunjung mendapat perhatian dari pemerintah. Apalagi disaat musim hujan, kondisi jalan ke Nagari mereka semakin parah dan hampir mirip kubangan kerbau. Hampir semua jorong di Nagari Garabak Data,  belum tersentuh jalan beraspal,  termasuk akses jalan utama menuju Garabak Data dari Nagari Batu Bajanjang,  Ibukota Kecamatan Tigo Lurah. 
Walinagari yang dikenal gigih memperjuangkan daerahnya ini, juga menyebutkan bahwa warga hanya meminta jalan ke pemerintah karena jalan tanah yang kini menjadi urat nadi transportasi warga, dibuka di era Bupati Solok Gamawan Fauzi, sekitar tahun 1998 silam dan hingga kini masih terjaga keasluannya,  masih belum di aspal.

Memang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat,  mendengar nama Garabak Data, orang akan langsung berpikir kalau derah tersebut pasti daerah tertinggal, jauh dari pembangunan serta masyarakatnya yang masih terkebelakang.
Meski tidak semuanya benar, namun tidak bisa kita pungkiri, bahwa dari 74 Nagari yang ada di Kabupaten Solok, mungkin Garabak Datalah Nagari yang paling tertinggal dibanding Nagari lain. Dibawah itu mungkin Sungai Abu di Kecamatan Hiliran Gumanti, yang juga masih tetangga sama Garabak Data.
Selain tidak adanya akses jalan beraspal, tidak ada listrik, jarak antara jorong di Garabak Data juga saling berjauhan dan juga jarang dikunjungi pejabat serta selalu setiap musim kampanye pileg dan pilkada mendapat janji-janji manis dari sang calon. Namun rata-rata setelah mereka duduk, mereka jadi pikun dan sering lupa akan janji yang telah mereka ucapkan.
“Kalau musim hujan seperti ini,  jelas kami dan warga yang akan keluar dan masuk Garabak Data akan menderita. Sebab jalan licin dan berlumpur serta masuk hutan. Dan sangat beresiko mengalami musibah, ” jelas Febritanto (34), warga Garabak Data yang bekerja sebagai petani yang hendak menuju Batu Bajanjang,  ibukota Kecamatan Tigo Lurah. 
Nagari Garabak Data,  Kecamatan Tigo Lurah,  disamping sudah terisolir, akses kesehatan disana juga sangat minim. Untuk proses kelahirkan, hingga saat ini warga masih bertompang pada jasa dukun beranak. Di Garabak Data hanya ada Puskesri, sementara Puskesmas hanya ada di Batu Bajanjang, ibukota Kecamatan Tigo Lurah, yang bisa ditempuh antara 6-8 jam dari Garabak Data dengan berjakan kaki. Sehingga akibat hal itu, tingkat dan resiko kematian ibu yang akan melahirkan sangat tinggi.
“Kalau bisa,  tolong sampaikan kepada Bapak-Bapak di Pemerintahan,  agar mau membangun jalan menuju nagari kami,  agar anak-anak kalau mau sekolah bisa lancar dan tidak seperti sekarang. Kalau musim hujan,  harus buka pasang sepatu hingga beberapa kali agar sampai ke sekolah, ” tambah Febriyanto. Akses jalan yang berlumpur,  mirip sawah yang baru dibajak,  menjadi kendala bagi masyarakat untuk mencapai dan mau keluar dari Garabak Data,  terutama pada saat musim hujan. Nagar ini adalah nagari paling luas di Kabupaten Solok,  dengan penduduk hanya sekitar 2800 jiwa.
Kehidupan masyarakat Gara­bak­ Da­ta masih tradisional dan apa adanya. Rasa gotong royong dan saling solidaritaspun masih tinggi. Bila ada hal baik atau kejadian buruk yang melanda warga kampung, mereka akan bahu membahu tanpa pamrih untuk saling menolong.
Sebenarnya harapan warga Garabak Data tidak muluk-muluk, hanya minta akses jalan ke kampung mereka diperbaiki dan diaspal. “Kami sangat kesulitan untuk keluar, karena akses jalan layak tidak ada. Apalagi saat musim hujan, hal ini jelas akan memperparah suasana dan itu jelas akan berdampak buruk bagi warga yang akan ada keperluan seperti ke Kecamatan, ” jelas warga Garabak Data, Joharizon alias Jon Garda.

Hingga sekarang jalan tidak diaspal, karena alasan jalan membelah hutan lindung. Namun saat ini menurutnya sudah diurus, tetapi belum ada tanda-tanda jalan akan diperbaiki. Kehidupan anak-anak Garabak Data, kalau siang belajar dan sehabis magrib mengaji. Se­telah Shalat Isya, anak-anak tidur. Hanya sedikit warga yang bi­sa pakai genset. Bayangkan saja, se­kali pakai listrik genset harus mengeluarkan uang Rp 60 ribu dikali satu bulan, tentu tidak akan kuat. ” Gengset digunakan jika sifatnya mendesak saja. Kalau tidak penting ta tidak digunakan, ” terang Joharizon.


Nagari Garabak Data, memiliki Tiga Jo­rong, yakni, Lubuk Tareh, Jorong Garabak dan Jorong Data. Bayangkan saja, jarak antara Garabak ke Jorong Lubuk Tareh bisa ditempuh 5-8 jam dengan memasuki hutan belantara. Kondisi Jalannya sungguh rawan, melewati lereng-lereng bukit yang terjal dab banyak binatang buas seperti harimau dan ular serta juga babi hutan. Bila musim hujan, keadaan akan lebih parah, kedalaman lumpur bisa satu meter.
Salah seorang warga Lubuk Tareh, Irna (33), menyebutkan bahwa kebanyakan anak-anak di kampungnya di Lubuk Tareh tidak bersekolah. Saking terisolir, penduduk setempat nyaris tidak begitu tahu perkembangan dunia luar.


“Kalau ada warga kampung yang keluar itu hanya keperluan mendesak dan mungkin mereka menjual hasil panen saja. Selebihnya mereka menghabiskan waktu siang di kadang dan malam di rumah. Begitulah seterusnya,” cerita Irna.
Karena jarak yang jauh dan sekokah juga tidak ada, maka banyak warga kampung di sana yang nenikah di usia muda.
Secara geografis, alam Garabak Data berada di perbukitan Barisan dan berbatas kangsung dengan Kabuoaten Dhamasraya serta di Selatan dengan Privinsi Jambi.
Sementara Kabupaten Solok memiliki luas wilayah 373.800 ha, terdiri 14 Kecamatan dan 74 Nagari.  Dan Garabak Datalah termasuk Nagari paling tertinggal di Kabupaten Solok bahkan Sumbar.Karena minimnya perhatian peme­rintah terhadap warga dan Nagari Garabak Data, maka berdampak juga terhadap SDM warga Garabak Data dan hingga kini warganya juga masih terbe­lakang.
Bayangkan saja, sejak PAUD, SD dan SMP, Anak-anak harus jauh atau berjalan ka­ki pergi ke sekolah, dengan melewati hutan, tanah lumpur dan lainnya.
Apalagi tamat SMP,  yang akan melanjutkan ke SMA harus pergi ke Batu Bajanjang dengan jarak tempuh 5-8 jam. Kalau musim panas, bisa naik motor 2-3 jam.Butuh delapan jam perjalanan da­ri Garabak ke sana. Apalagi anak kelas 6 SD yang akan mebghadapi UN, maka sejak H-1, anak-anak su­­dah berangkat. Dan selama Tiga hari UN, anak-anak menginap di Batu Bajanjang. Usai UN, barulah anak-anak kembali.
Meski dihadapkan dengan se­jum­lah keterbatasan, namun siswa SD di Garabak Data harus bersaing dengan sekolah lain di perkotaan dengan standar ujian nasional yang sama. Setamat SMP, mereka harus berse­kolah ke nagari lain karena belum ada SMA di kampungnya. Umumnya, anak-anak Garabak Data melanjutkan pendidikan ke SMA Tigo Lurah yang berdiri sejak 5 tahun lalu.


Pada umumnya juga, anak-anak Garabak Data tinggal dan kos di Batu Bajanjang dengan biaya sewa rumah mulai Rp 500 ribu hingga 750 perbulannya.
Karena semua serba mahal, terkadang setamat SD, banyak orang tua meminta anaknya berhenti sekolah dan membantu orangtua ke ladang. Yang perempuan, ada juga yang menikah muda.
Kehidupan penduduk Garabak Data masih jauh dari sejahtera. Mereka meng­gantungkan hidup pada hasil per­tanian saja dan sekedar menyambung hidup cukup untuk makan
Untuk itu,  kita berharap pemerinrah Daerah, baik Kabupaten Solok dan Sumbar,  memberi perhatian khusus ke Nagari Garabak Data, agar mereka terbebas dari ketertinggalan.


Mayoritas penduduk Garabak seperti tidak pernah betsentuhan dengan dunia luar. Kalaupun ada yang memiliki Handphone, itu hanya digunakan untuk memotret dan mendengar musik. Sebat di sana tidak ada sinyal dan listrik.
Sementara mata pencaharian warga adalah bertani yakni berladang dan brrsawah. Angkutan mereka masih menggunakan kuda beban, yang upahnya dibayar perkilonya atau tergantung berat barang dan jarak tempuh.
Sementara harga kebutuhan barang di Garabak, hampir naik dua kali lipat dari harga normal di tempat biasa. Sebagai contoh, bensin 1 liter bisa dijual Rp 20 hingga 25 ribu. Sedangkan harga Semen dari harga normal, di Garabak Data bisa dijual dari Rp 150 ribu hingga Rp 250 ribu.Yang membuat harga mahal, pastilah ongkos ke sana dan akses jalan yang susah (wandy

Exit mobile version