Salingka Nagari

Mempertanyakan Kembali, Sampai Kapan Garabak Data Terkurung Dalam Keterisolasian?

×

Mempertanyakan Kembali, Sampai Kapan Garabak Data Terkurung Dalam Keterisolasian?

Sebarkan artikel ini


Oleh: Wandy

————————————————————————————————————————————————-
Pengantar:
Mungkin kalau menyebut nama Garabak Data,  orang akan langsung berpikir kalau daerah tersebut masih tertinggal, jauh dari pembangunan serta masyarakatnya yang masih terkebelakang. 

Meski hal itu tidak semuanya benar,  namun tidak bisa kita pungkiri,  bahwa dari 74 Nagari yang ada di Kabupaten Solok, mungkin Garabak Datalah Nagari yang paling tertinggal dibanding Nagari lain. Tidak adanya akses jalan beraspal,  tidak ada listrik, jarak antara jorong saling berjauhan, jarang dikunjungi pejabat serta selalu setiap musim kampanye pileg dan pilkada mendapat janji-janji manis dari sang calon. Namun rata-rata setelah mereka duduk,  mereka jadi pikun dan sering lupa akan janji yang telah mereka ucapkan. 

Sudah terisolir,  akses kesehatan juga sangat minim. Untuk proses kelahirkan,  hingga saat ini warga masih bertompang pada jasa dukun beranak. Di Garabak Data hanya ada Puskesri,  sementara Puskesmas hanya ada di Batu Bajanjang,  ibukota Kecamatan Tigo Lurah,  yang bisa ditempuh antara 6-8 jam dari Garabak Data dengan berjakan kaki. Sehingga akibat hal itu,  tingkat dan resiko kematian ibu yang akan mekahirkan sangat tinggi. 

Kehidupan masyarakat Gara­bak­ Da­ta masih tradisional dan apa adanya. Rasa gotong royong dan saling solidaritaspun masih tinggi. Bila ada hal baik atau kejadian buruk yang melanda warga kampung,  mereka akan tanpa pamrih untuk saling menolong. 
Sebenarnya,  harapan warga Garabak Data tidak muluk-muluk,  hanya minta akses jalan ke kampung mereka diperbaiki dan diaspal. 


“Kami sangat kesulitan untuk keluar,  karena akses jalan layak tidak ada. Apalagi saat musim hujan,  hal ini jelas akan memperparah suasana dan itu jelas akan berdampak buruk bagi warga yang akan ada keperluan seperti ke Kecamatan, ” jelas Walinagari Garabak Data,  Pardinal. 
Walinagari dua priode yang juga paling gigih memperjuangkan daerahnya ini, juga menyebutkan bahwa warga gigih meminta jalan ke pemerintah karena jalan tanah yang kini menjadi urat nadi transportasi warga, dibuka di era Bupati Solok Gamawan Fauzi, sekitar tahun 1998 silam. 
Hingga sekarang jalan tidak diaspal, karena alasan jalan membelah hutan lindung. Namun saat ini menurutnya sudah diurus,  tetapi belum ada tanda-tanda jalan akan diperbaiki. 
Kehidupan anak-anak Garabak Data,  kalau siang belajar dan sehabis magrib mengaji. Se­telah Shalat Isya, anak-anak tidur. Hanya sedikit warga yang bi­sa pakai genset. Bayangkan saja, se­kali pakai listrik genset harus mengeluarkan uang Rp 60 ribu dikali satu bulan, tentu tidak akan kuat. ” Gengset digunakan jika sifatnya mendesak saja. Kalau tidak penting ta tidak digunakan, ” terang Pardinal. 

Baca Juga :
Kapolda Sumbar Kunjungi Lokasi Tanah Polri di Nagari Supayang

Nagari yang berpenduduk diatas 2800 jiwa itu,  seperti tidak pernah betsentuhan dengan dunia luar. Kalaupun ada yang memiliki Handphone,  itu hanya digunakan untuk memotret dan mendengar musik. Sebat di sana tidak ada sinyal dan listrik. 
Sementara mata pencaharian warga adalah bertani yakni berladang dan brrsawah. Angkutan mereka masih menggunakan kuda beban,  yang upahnya dibayar perkilonya atau tergantung berat barang dan jarak tempuh. Atau kalau musim panas terkadang motor bisa menembus daerah itu.
Sementara harga kebutuhan barang di Garabak,  hampir naik dua kali lipat dari harga normal di tempat biasa. Sebagai contoh,  bensin 1 liter bisa dijual Rp 20 hingga 25 ribu per liternya. Sedangkan harga Semen dari harga normal,  di Garabak Data bisa dijual dari Rp 150 ribu hingga Rp 250 ribu. 
“Yang membuat harga mahal,  pastilah ongkos ke sana dan akses jalan yang susah,” sebut Pardinal.

Nagari Garabak Data, memiliki Tiga Jo­rong, yakni, Lubuk Tareh,  Jorong Garabak dan Jorong Data. Bayangkan saja,  jarak antara Garabak ke Jorong Lubuk Tareh bisa ditempuh 5-8 jam dengan memasuki hutan belantara. Kondisi Jalannya sungguh rawan, melewati lereng-lereng bukit yang terjal dab banyak binatang buas seperti harimau dan ular serta juga babi hutan. Bila musim hujan, keadaan akan lebih parah,  kedalaman lumpur bisa satu meter.

Salah seorang warga Lubuk Tareh, Panjul (38), menyebutkan bahwa kebanyakan anak-anak di kampungnya di Lubuk Tareh tidak bersekolah. Saking terisolir, penduduk setempat nyaris tidak begitu tahu perkembangan dunia luar. 


“Kalau ada warga kampung yang keluar,  itu hanya keperluan mendesak dan mungkin mereka menjual hasil panen saja. Selebihnya mereka menghabiskan waktu siang di kadang dan malam di rumah. Begitulah seterusnya,” cerita Irna. 
Karena jarak yang jauh dan sekokah juga tidak ada,  maka banyak warga kampung di sana yang nenikah di usia muda. 
Secara geografis,  alam Garabak Data berada di perbukitan Barisan dan berbatas kangsung dengan Kabuoaten Dhamasraya serta di Selatan dengan Privinsi Jambi. 
Sementara Kabupaten Solok memiliki luas wilayah 373.800 ha, terdiri 14 Kecamatan dan 74 Nagari.  Dan Garabak Datalah termasuk Nagari paling tertinggal di Kabupaten Solok bahkan Sumbar. 
Karena minimnya perhatian peme­rintah terhadap warga dan Nagari Garabak Data, maka berdampak juga terhadap SDM warga Garabak Data dan hingga kini warganya juga masih terbe­lakang. 
Bayangkan saja,  sejak PAUD,  SD dan SMP,  Anak-anak harus jauh atau berjalan ka­ki pergi ke sekolah, dengan melewati hutan,  tanah lumpur dan lainnya. 
Apalagi tamat SMP,  yang akan melanjutkan ke SMA harus pergi ke Batu Bajanjang dengan jarak tempuh 5-8 jam. Kalau musim panas,  bisa naik motor 2-3 jam.
 Butuh delapan jam perjalanan da­ri Garabak ke sana. Apalagi anak kelas 6 SD yang akan mebghadapi UN,  maka sejak H-1, anak-anak su­­dah berangkat. Dan selama Tiga hari UN, anak-anak menginap di Batu Bajanjang. Usai UN, barulah anak-anak kembali.

Baca Juga :
Polsek Gunung Talang Gelar Razia Penjual Petasan  di Pasar Tradisionil Talang 


Meski dihadapkan dengan se­jum­lah keterbatasan, namun siswa SD di Garabak Data harus bersaing dengan sekolah lain di perkotaan dengan standar ujian nasional yang sama. Setamat SMP, mereka harus berse­kolah ke nagari lain karena belum ada SMA di kampungnya. Umumnya, anak-anak Garabak Data melanjutkan pendidikan ke SMA Tigo Lurah yang berdiri sejak 5 tahun lalu.
Pada umumnya juga, anak-anak Garabak Data tinggal dan kos di Batu Bajanjang dengan biaya sewa rumah mulai Rp 500 ribu hingga 750 perbulannya.
Karena semua serba mahal,  terkadang setamat SD,  banyak orang tua meminta anaknya berhenti sekolah dan membantu orangtua ke ladang. Yang perempuan, ada juga yang menikah muda.
Kehidupan penduduk Garabak Data masih jauh dari sejahtera. Mereka meng­gantungkan hidup pada hasil per­tanian saja dan sekedar menyambung hidup cukup untuk makan.
Untuk itu,  kita berharap pemerinrah Daerah,  baik Kabupaten Solok dan Sumbar,  memberi perhatian khusus ke Nagari Garabak Data,  agar mereka terbebas dari ketertinggalan. (penulis adalah wartawan Koran Padang, tinggal di Solok)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.