PolitikSolok Raya

Cita-Cita Bupati Epyardi Asda Hanya Ingin Membangun Kampung Halaman, Meski Banyak Rintangan

“Jika kau ingin membuat semua orang menyukaimu, jangan jadi pemimpin. Jualan es krim saja,” (Steve Jobs). Kutipan dari pengusaha terkenal Amerika itu melekat di ingatan Epyardi Asda.

Sebagai Bupati Solok yang dipilih masyarakat, keinginan Epyardi cukup sederhana, pengabdian. Tanah dimana tali pusarnya ditanam itu harus berkembang, dan bangkit.

Tahun 2021 tepatnya 26 April, Epyardi dilantik menjadi Bupati Solok dengan pasangannya Wakil Bupati Jon Fiman Pandu. Baginya itu adalah jalan yang diberikan tuhan untuk memulai langkah.

Demi masyarakat ia harus bersikap. Sebelum menjabat sebagai bupati, ia pernah lantang mengungkap. Jika ia menang nanti, dan menjadi bupati akan ada perubahan besar yang ia lakukan. Mambangkik batang tarandam (mengangkat batang yang terendam).

Filosofi Minangkabau ini memang berat. Tapi mempunyai arti yang kuat jika dipahami. Lumpur, lumut, dan lintah yang melekat di batang mesti dibersihkan.

Baginya Kabupaten Solok yang lama terpendam harus bangkit. Tentu dengan berbagai risiko. Termasuk buncahnya zona nyaman kaum yang biasa menyedot uang rakyat.

Tak butuh waktu lama. Hanya hitungan hari menjabat, ia memanggil Barenlitbang (Bappeda) dan Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Solok. Dua dinas adalah ini “kuncinya” pemerintah daerah. Dari laporan yang didapat, ia terkejut. APBD Rp1 triliun lebih. Namun, yang digelontorkan untuk masyarakat melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) hanya Rp9 miliar, itu pun dibagi untuk 74 nagari. Lalu siapa selama ini yang menikmati uang itu? Miris memang.

Epyardi meradang. Berlatar belakang sebagai kapten, jiwa pemimpinnya bergolak. Dengan suara tegasnya keputusan harus diambil.

Seluruh OPD untuk segera merevisinya. Tujuannya hanya satu menyelamatkan uang Negara. Uang rakyat harus dirasakan oleh rakyat. Jika salah mengarahkan haluan, kabupaten yang ia pimpin bisa karam.

Semua anggaran yang dulunya “bocor” ditutup. Yang berlebih mulai dipangkas. Titipan oknum pejabat langsung diblokir. Inilah yang  membuat gusar para penikmat uang haram.

Epyardi bupati fenomenal, itu tak terbantahkan. Anggaran miliyaran yang disediakan untuk mobil dinas bupati yang baru ia tolak. Belum puas juga. Rumah dinas bupati dengan segala kemewahannya juga ia tolak, bahkan ia memberikannya kepada wakilnya Jon Firman Pandu untuk ditempati.

Gaji pun yang menjadi haknya juga tidak diambil, ia lebih senang menyerahkannya untuk fakir miskin dan anak yatim.

“Biarlah tuhan yang tahu. Saya hanya ingin mengabdi untuk kampung halaman,”ucap Epyardi.

Langkah lainnya. Ia merevisi jumlah Tenaga Harian Lepas (THL) dan menyesuaikan dengan kebutuhan Pemkab.

Dari semua keputusan yang diambil, kini seluruh nagari mendapatkan anggaran yang jauh lebih besar yakni Rp100 miliar lebih. Dana itu bisa dimanfaatkan untuk masyarakat nagari.

Program ekskavator yang ia buat bahkan satu-satunya di Sumbar sudah berjalan. Masing-masing nagari mulai membuka jalan tani, dan akses lainnya.

Namun, dibalik itu semua Epyardi sadar, apalagi ia juga berlatar politikus yang kenyang dengan manuver politik.

Semua yang ia kerjakan mulai dianggap berbahaya bagi lawan politiknya, terutama jelang tahun politik 2024. Tak terkecuali bagi mereka yang tersingkir dari zona nyaman. Seleksi alam. Mereka yang terganggu lalu membentuk gerombolan.

Alhasil. gerombolan ini menyerang membabi buta. Perusahaan yang dikelola keluarga Epyardi di Pulau Jawa ikut “diserang”, anak Epyardi yang tak tahu apa-apa ikut diseret. Periuk berasnya yang selama ini untuk menafkahi keluarganya diguncang. Ini tentu zalim.

Apakah Epyardi membalas? Tidak. Bahkan sampai saat ini ia tidak melaporkan orang-orang yang menyerangnya. Ia hanya minta doa masyarakat agar keluarganya diberikan kesehatan, dan ia diberikan kekuatan untuk menghadapi niat jahat gerombolan itu.

“Saya berdoa agar kuat menghadapi semua. Saya juga minta doa masyarakat agar saya dan keluarga diberi kesehatan, dan dijauhkan dari orang-orang berniat jahat kepada keluarga saya,”kata Epyardi.

Epyardi menyadari, serangan itu semakin kuat setelah program populernya di pemerintahan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Entah berapa banyak usaha yang dilakukan oleh gerombolan yang sempat mengaku siap lapar untuk melawan Epyardi itu.

Serangan lainnya adalah dengan menolak program ekskavator, melaporkan Epyardi ke Kejagung, Mabes Polri, Polda Sumbar, KPK, Ombudsman, dan lembaga lainnya. Tapi semua kandas. Ya, karena hanya bersifat kebencian.

Epyardi juga diframing untuk dibenturkan dengan lembaga DPRD Kabupaten Solok. Ia dituduh memasuki internal DPRD. Padahal jelas dua lembaga mempunyai Tupoksi berbeda tapi setara dalam pemerintahan.

Namun, upaya menjebak Epyardi itu kembali gagal setelah mayoritas fraksi di DPRD menyatakan tidak punya masalah dengan bupati.

Tapi, yang namanya perut tak bisa ditutupi dengan kata siap lapar. Gerombolan ini mulai mengusik dengan berbagai cara meski perut keroncongan.

Objek wisata Danau Singkarak yang telah final diselesaikan bersama Satgas yang terdiri dari KPK, Kementerian PUPR, Pertanahan, dan lainnya kembali diungkit. Selain itu, objek wisata milik keluarga Epyardi yaitu Chinangkiak ikut disorot meski jelas memiliki izin. Dan mirisnya yang dilaporkan juga salah objek.

Kini, perlahan mulai terkuak, ada upaya kuat membuat skenario menggulingkan Epyardi dari jabatannya sebagai bupati. Mengalihkan isu, dan mengganggu kinerja bupati. Bukan kabar burung, bukti-bukti itu disimpan rapi oleh Epyardi.

Tidak menutup mata, beberapa orang pejabat di Kabupaten Solok saat ini tersandung kasus hukum di Polda Sumbar.

Masyarakat kini menilai, pengabdian Epyardi memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi ia harus menjalankan amanah rakyat. Ia harus berjuang.

Usianya tak lagi muda. Epyardi bertahan. Berpegang teguh pada sabda rasulullah “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain”. Kini layar terkembang, pantang surut ke belakang.

Penulis: Tasila (penyuka teh jahe)

Exit mobile version